Calon Anggota BPKN Diharap Mampu Mendukung Perubahan Undang-undang

21-02-2017 / KOMISI VI

Tugas dan kewenangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dinilai sudah tidak lagi mendukung, karena dalam undang-undang tersebut anggota BPKN tidak memiliki kewenangan untuk mengeksekusi, hanya bisa memberikan saran saja, bahkan anggarannya  dianggap kecil.

 

Pernyataan tersebut mengemuka saat Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI dengan Calon Anggota BPKN di ruang sidang Komisi VI, Gedung Nusantara I DPR RI, Senin (20/2/2017). Rapat dengar pendapat yang dipimpin  Ketua Komisi VI Teguh Juwarno ini akan melakukan fit and proper test calon anggota BPKN.

 

Nantinya setelah terpilih, para anggota BPKN diharap mampu memberikan kontribusi atau masukan, gagasan dan ide dalam perubahan udang-undang baru yang mengatur lembaga ini.

 

Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana menyampaikan, "Undang-Undang BPKN tidak mendukung untuk para anggota ini bisa berdaya. Oleh karena itu kita bicara dengan Menteri Perdagangan, Undang-Undang ini harus diubah atau diganti." pungkasnya.

 

Sehingga dengan begitu, lanjutnya, tugas dan fungsi anggota BPKN bisa lebih baik dalam perlindungan konsumen. Azam membandingkan, saat ini BPKN tertinggal dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Azam menyampaikan, target perubahan Undang-Undang masuk dalam Prolegnas 2018, jadi anggota yang terpilih nantinya merupakan anggota masa peralihan.

 

"Yang mampu melaksanakan amanat Undang-Undang yang akan kita ubah. Sebab undang-undangnya tidak bisa mendukung pekerjaan dia. Jadi Undang-Undangnya kita ubah, mereka mampu melaksanakan daripada amanat Undang-Undang," jelas Azam.

 

Azam mengungkapkan, poin krusial yang akan dimasukan dalam perubahan Undang-Undang yakni kewengangan anggota BPKN dalam melakukan eksekusi langsung di lapangan. Selain itu lembaga ini nantinya akan dibentuk secara independen, tidak lagi di bawah Kementerian Perdagangan.

 

"Harus ada eksekusi nantinya, sebab ini tidak ada kewengan eksekusi. Jadi hanya saran-saran saja dan anggarannya pun terlalu kecil. Jadi kita harapkan bahwa perlindungan konsumen ini, nantinya tidak di bawah Kementerian Perdagangan. Jadi badan sendiri itu lebih independen," papar Azam.(eko, sc)/foto:runi/iw.

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...